Jakarta -Pemerintah dan DPR telah memulai proses pembahasan Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara-Perubahan (RAPBN-P) 2015. Hari ini, 6 menteri dan Gubernur Bank Indonesia (BI) rapat dengan Badan Anggaran DPR untuk membahas hal tersebut.
Ada 6 menteri yang hadir dalam rapat ini yaitu Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro, Menteri Hukum dan HAM Yasona H Laoly, Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional Andrinof Chaniago, Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Basuki Hadimuljono, Menteri Sosial Khofifah Indar Parawansa, serta Menteri ESDM Sudirman Said.
Menurut Bambang, pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) punya alasan yang cukup kuat untuk mengubah APBN warisan pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) ini pada awal tahun.
"Alasan utama perubahan APBN karean adanya pemerintah baru, di mana tentunya harus segera memulai visi dan misinya. APBN 2015 yang ada sekarang bersifat baseline (hanya untuk menjalankan fungsi-fungsi dasar pemerintahan) dan disusun oleh pemerintahan lama. Jadi belum masuk agenda pemerintahan baru," jelas Bambang di ruang rapat Badan Anggaran DPR, Jakarta, Senin (19/1/2015).
Selain menampung program-program Jokowi, lanjut Bambang, saat ini kondisi perekonomian juga sudah banyak berubah. Sejumlah asumsi makro dinilai sudah kurang relevan.
"Seperti ICP (harga minyak Indonesia), perubahannya begitu cepat. Jadi angka US$ 105/barel yang disampaikan tidak relevan lagi. Nilai tukar juga yang sebelumnya kurang relevan," papar Bambang.
Perubahan asumsi makro, tambah Jokowi, tidak lepas dari perkembangan ekonomi global. Tahun ini, perekonomian dunia diperkirakan masih sangat dinamis.
"Ada normalisasi ekonomi dari Amerika Serikat (AS), sehingga negara seperti Indonesia akan ikut terkena dampak bersama dengan negara-negara lain. Prediksi pertumbuhan ekonomi global di kisaran 3,8%, itu sudah turun dari yang sebelumnya 4%," terang Bambang.
Tidak hanya AS, menurut Bambang, pelemahan ekonomi di Tiongkok pun patut diwaspadai. Sampai saat ini, Tiongkok merupakan pasar ekspor utama Indonesia.
Dengan faktor-faktor tersebut, asumsi makro yang diajukan pemerintah dalam RAPBN-P 2015 adalah:
Pertumbuhan ekonomi 5,8%.
Inflasi 5%.
ICP US$ 70/barel.
Nilai tukar rupiah Rp 12.200/US$.
Suku bunga Surat Perbendaraan Negara (SPN) 3 bulan 6,2%
Produksi siap jual (lifting) minyak 849.000 barel/hari.
"Paling signifikan perubahan terjadi di ICP. Ini karena perang harga, yang kita tidak akan tahu berapa lama dan berapa jauh harga minyak tersebut," kata Bambang.
sumber: http://detik.com
Ada 6 menteri yang hadir dalam rapat ini yaitu Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro, Menteri Hukum dan HAM Yasona H Laoly, Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional Andrinof Chaniago, Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Basuki Hadimuljono, Menteri Sosial Khofifah Indar Parawansa, serta Menteri ESDM Sudirman Said.
Menurut Bambang, pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) punya alasan yang cukup kuat untuk mengubah APBN warisan pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) ini pada awal tahun.
"Alasan utama perubahan APBN karean adanya pemerintah baru, di mana tentunya harus segera memulai visi dan misinya. APBN 2015 yang ada sekarang bersifat baseline (hanya untuk menjalankan fungsi-fungsi dasar pemerintahan) dan disusun oleh pemerintahan lama. Jadi belum masuk agenda pemerintahan baru," jelas Bambang di ruang rapat Badan Anggaran DPR, Jakarta, Senin (19/1/2015).
Selain menampung program-program Jokowi, lanjut Bambang, saat ini kondisi perekonomian juga sudah banyak berubah. Sejumlah asumsi makro dinilai sudah kurang relevan.
"Seperti ICP (harga minyak Indonesia), perubahannya begitu cepat. Jadi angka US$ 105/barel yang disampaikan tidak relevan lagi. Nilai tukar juga yang sebelumnya kurang relevan," papar Bambang.
Perubahan asumsi makro, tambah Jokowi, tidak lepas dari perkembangan ekonomi global. Tahun ini, perekonomian dunia diperkirakan masih sangat dinamis.
"Ada normalisasi ekonomi dari Amerika Serikat (AS), sehingga negara seperti Indonesia akan ikut terkena dampak bersama dengan negara-negara lain. Prediksi pertumbuhan ekonomi global di kisaran 3,8%, itu sudah turun dari yang sebelumnya 4%," terang Bambang.
Tidak hanya AS, menurut Bambang, pelemahan ekonomi di Tiongkok pun patut diwaspadai. Sampai saat ini, Tiongkok merupakan pasar ekspor utama Indonesia.
Dengan faktor-faktor tersebut, asumsi makro yang diajukan pemerintah dalam RAPBN-P 2015 adalah:
Pertumbuhan ekonomi 5,8%.
Inflasi 5%.
ICP US$ 70/barel.
Nilai tukar rupiah Rp 12.200/US$.
Suku bunga Surat Perbendaraan Negara (SPN) 3 bulan 6,2%
Produksi siap jual (lifting) minyak 849.000 barel/hari.
"Paling signifikan perubahan terjadi di ICP. Ini karena perang harga, yang kita tidak akan tahu berapa lama dan berapa jauh harga minyak tersebut," kata Bambang.
sumber: http://detik.com
Posting Komentar